Ngedebund dengan muka yang sesungguhnya letih/ dok. kalau nggak Zulvan ya Bli Made. |
Yuyuan Old Street
Sesuai jadwal, hari pertama acaranya belum dimulai. Baru registrasi saja. Ada banyak waktu yang sayang dianggurkan setelah menjejakkan kaki di bumi Shanghai, yang masih pagi kala itu. Melesatlah aku dan Vicky, kawan delegasi Indonesia yang sepesawat dan ujung-ujungnya jadi roommate, ke Yuyuan Old Street.
Mengabadikan kekatrokanku akan maglev/ dok. pribadi. |
Rasanya gimana? Biasa aja, sungguh! Hahaha. Kalau uda naik dan duduk, nggak ada bedanya dengan naik kereta biasa. Baru terasa perbedaannya ketika menatap ke luar. Tampak mobil berjalan begitu lambat. Maglev menyelip dengan sangat cepat semua benda yang ada di sekitarnya. Dan cesss.... tau-tau sampai di tujuan. Cepat sekali! Tiga puluh kilometer dibabat hanya dalam waktu tak sampai lima belas menit. Beda jauh tentunya dengan metro yang kunaiki setelahnya.
Geret-geret koper di Yuyuan Old Street/ dok. pribadi |
Nah seluruh ruas jalan diberi nama beken Yuyuan Old Street. Menurutku, kawasan ini yang paling nendang kerasa "China"nya. Bangunannya tradisional oriental gitu. Namanya juga old street, pastilah menampilkan wajah China dimasa lampau. Lebih ciamik dibandingkan menatap gedung-gedung modern yang sudah biasa ditemui. Bahkan turis Indonesia yang nggak sengaja berpapasan di sana bilang, "Ini baru China." Jadi kalau mau update instagram yang kelihatan lagi di China beneran, Yuyuan tempatnya!
Berkunjung ke BMW Experience Center/ dok. Dewan |
Kalau ke sini hitungannya jalan-jalan resmi. Walau ujung-ujungnya pada mencar buat foto sendiri-sendiri (ternyata habit kayak gitu nggak cuma dimiliki orang Indonesia, hoho). Dilihat dari namanya, sudah bisa menerka lah ya itu tempat apa.. Ya tempat pameran, ya museum mini, ya tempat menjajal (pakai bayar) mesin kudanya BMW.
Aku sendiri nggak terlalu antusias dengan kunjungan itu. Teman aku nan baik hati dari Malaysia, Mei, bahkan sampai bertanya, "Do you want me to take your photo here?" Dan aku dengan songongnya bilang, "Oh no thank you, I have had one in Indonesia." Abis itu banyak yang melongok ke aku. Ada yang dengan polosnya bertanya, "Really?". Tanpa rasa berdosa dong aku jawab, "Really... in my dream." Semua tertawa.
Mobil ini lebih menarik perhatianku. Ada gitu lo mobil BMW yang diproduksi mahal-mahal cuma buat dicoret seperti itu./ dok. Vicki |
Hayo kamu pilih yang mana? Jangan pilih cicinya lo ya.. hhe/ dok. Yaran |
Kelar memusingkan mata di BMW Experience Center, langsung deh hijrah kita ke China Art Museum. Kebetulan museum itu ada di seberangnya persis. Bangunan yang bentuk bangunannya entah kenapa mengingatkanku pada torii gate, ada di jajaran tempat must visit ku selama di Shanghai. Awalnya pingin ke sana sendiri aja, karena tempat ini nggak tercantum di rangkaian acara konferensi. Shanghai Museum yang jelas terpampang di jadwal. Eh tapi kok jadinya malah ke situ. Ya beneran...jadi bisa hemat energi dan waktu.
China Art Museum punya bentuk bangunan yang unik. Mengingatkanku pada torri gate di Jepang/ dok. Dewan |
The Bund
Kata kebanyakan orang, belum ke Shanghai kalau belum ke The Bund. Area tepi sungai itu jadi landmark hits yang menyedot perhatian para turis, lebih-lebih kaum milenial yang instagram banget. Aku malah sama sekali nggak tertarik dengan The Bund, apalagi saat malam. Seperti yang ada di lirik lagu Nuansa Bening-nya Vidi Aldiano, biasa saja yehyehhh... Soalnya sudah pernah lihat riversidenya Singapura dan Bangkok, jadi ngerasa nothing special dari The Bund.
The Bund disiang hari/ dok. Dewan |
Menatap nanar dari dalam bus (duh bahasa gueh.., hha)/ dok. Dewan |
Chongming Island
Bagian ini adalah wisata yang terjauh dari Shanghai. Chongming itu masih termasuk wilayah Shanghai, tapi beda pulau. Butuh waktu sekitar dua jam-an dari pusat kota Shanghai untuk menuju ke sana. Harus melewati jembatan yang panjaaaaanggg gitu, yang pemandangannya suer bikin ngantuk. Sesudah nyebrang ke Chongming Island, kita disuguhi pemandangan yang Indonesia banget di kiri kanan jalan. Pohon dan padang rerumputan berlomba memanjakan mata.
Mengunjungi KP4nya Tongji University, hhe/ dok. pribadi |
Buat mahasiswa pertanian, menjenguk tempat itu rasanya seperti surga. Bisa banyak gali pengetahuan. Semua tanaman yang ada di sana dibudidayakan murni untuk penelitian. Sama sekali nggak dijual ke pasar, soalnya biaya produksinya sangat tinggi. Kalau dijual bisa merusak harga gitu. Jadi, semua hasil panen yang kece-kece itu diperuntukkan bagi pegawai di sana. Mereka bebas mempergunakannya sebagai konsumsi pribadi atau mau dijual, yang jelas ngejualnya bukan atas nama kampus lagi.
Jajaran cemara yang cantik manja/ dok.pribadi |
Mencoba menyusuri labirin tapi akhirnya menyerah juga/ dok. Dewan |
Century Park
Sebenernya paling males buat ceritain bagian inihh...Tamannya kece banget sampai-sampai bikin aku meninggalkan dengan sesak hati sebuah burung besi bermigrasi ke Macau (aku lo ya yang ninggalin, nggak diterima dibilang ketinggalan pesawat, ekekeke). Soal itu akan kuceritakan terpisah nanti.
Century Park yang bikin kilaf sampai ninggalin si burung besi, wkwkwk/ dok. pribadi |
Gimana...ngiler ke Shanghai nggak? Kalau kamu mahasiswa, bisa loh kayak aku, ya jalan-jalan ya konferensi. Dannn GRATIS lagi!! Baca di sini deh...
keren banget, aku suka aku suka aku suka....😘😘😘😘
ReplyDeleteNtaappsss mbaa.... 😍😍
ReplyDeletetapi itu kayaknya KP4 punya pemerintah lokal shanghai deh mbak. Soalnya dibawah tangan peneliti china yang ada di shanghai.
ReplyDelete😀😀😀😍
ReplyDeleteWonderfull blog
ReplyDeleteI misa u
ReplyDelete